Posted by : Unknown Selasa, 02 April 2013

E. Contoh Kasus Cybercrime
Jumlah kasus cybercrime atau kejahatan di dunia maya yang terjadi di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia, antara lain, karena banyaknya aktivitas para hacker di Tanah Air. Kasus cybercrime di Indonesia adalah nomor satu di dunia. 

Berikut ini adalah contoh kasus cybercrime dan penyelesaian hukumnya :

KASUS 1 : 
Pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di Bank melalui komputer sebagaimana diberitakan “ Suara Pembaharuan “ edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah Bank swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer berupa komputer network yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet.
Analisa Kasus : Kasus ini modusnya adalah murni kriminal, kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Sebaiknya internet digunakan untuk kepentingan yang bermanfaat, dan tidak merugikan orang lain.

Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang pada Bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang tersebut diancam dengan pasal 362 KUHP tentang pencurian, mendapat sanksi hukuman penjara selama 5 tahun dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, mendapat sanksi hukuman penjara selama 4 tahun. 

KASUS 2 : 
Cybersquating. Carlos Slim adalah orang terkaya di dunia itu pun kurang sigap dalam mengelola brandingnya di internet, sampai domainnya di serobot orang lain. Beruntungnya kasus ini termasuk ke golongan cybersquatt sehingga domain carlosslim.com bisa diambil alih. Modusnya memperdagangkan popularitas perusahaan dan Keywords Carlos Slim dengan cara menjual Iklan Google kepada pesaingnya.

Analisa Kasus: Penyelesaian kasus ini menurut kami seharusnya para pemilik branding di internet dapat menjaga domainnya, dan para pesaing seharusnya dapat bersaing secara sehat tanpa ada kecurangan. Untuk tenaga IT yang berkualitas dapat memberikan manfaat yang baik dan benar atas ilmu yang ia punya tidak untuk disalahgunakan. Penyelesaian di Amerika adalah dengan menggunakan Prosedur Anticybersquatting

Customer Protection Act (ACPA) memberi hak untuk pemilik merk dagang untuk menuntut sebuah Cybersquatter di pengadilan federal dan mentransfer nama domain  kembali ke pemilik merk dagang. Dalam beberapa kasus Cybersquatter harus mengganti rugi uang. Namun lain halnya jika di Indonesia yaitu dengan menggunakan Pasal-pasal seperti berikut : 

1)      Pasal 382 KUHP tentang Persaingan Curang
"Barang siapa yang mendapatkan melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau  perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam karena persaingan curang dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah, bila perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkuren orang lain itu." 
2)      Pasal 362 tentang Pencurian.
"Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah" 
3)      Pasal 378 tentang Penipuan.
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”. 
4)      Pasal 22 dan 60 UU No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi untuk tindakan Domain Hijacking. 

KASUS 3 : 
Penyebaran virus dengan sengaja, ini adalah salah satu jenis cyber crime yang terjadi pada bulan Juli 2009. Twitter ( salah satu jejaring sosial ) kembali menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mampu membajak akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan menjangkit semua followers. Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus penyebaran Malware di seantero jejaring sosial. Twitter tak kalah jadi target, pada Agustus 2009 diserang oleh penjahat cyber yang mengiklankan video erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis mendownload Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco.

Analisa Kasus : menurut kami seharusnya para pengguna jejaring sosial harus berhati-hati dengan adanya penyebaran virus yg disengaja karena akan merusak sistem jaringan komputer kita. Modus serangannya adalah selain menginfeksi virus akun yang bersangkutan bahkan si pemiliknya terkena imbas. Karena si pelaku mampu mencuri nama dan password pengguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang mampu merugikan orang lain, seperti permintaan transfer uang . Untuk penyelesaian kasus ini, Tim keamanan dari Twitter sudah membuang infeksi tersebut. Tapi perihal hukuman yang diberikan kepada penyebar virusnya belum ada kepastian hukum. Adapun Hukum yang dapat menjerat Para Penyebar Virus tersebut tercantum dalam UU ITE yaitu Bab VII Pasal 33 tentang Virus, Membuat sistem tidak bekerja. Pelanggaran UU ITE ini akan dikenakan denda 1 ( Satu ) Milliar rupiah. 

KASUS 4 : 
Carding adalah satu Cybercrime di daerah Bandung sekitar tahun 2003. Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencari nomor kartu kredit milik orang lain dan dapat digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Para pelaku kebanyakan remaja tanggung dan mahasiswa ini, digerebek aparat kepolisian setelah beberapa kali berhasil melakukan transaksi di internet dengan menggunakan kartu kredit orang lain. Para pelaku rata-rata beroperasi dari warnet-warnet yang tersebar di Kota Bandung. Mereka biasa bertransaksi dengan menggunakan nomor kartu kredit yang mereka dapat dari beberapa situs. Namun lagi-lagi, para petugas kepolisian ini menolak menyebutkan situs yang dipergunakan dengan alasan masih dalam penyelidikan lebih lanjut.

Analisa kasus : menurut kami seharusnya pengguna carding lebih mengetahui sejauh mana tingkat kejahatan kartu kredit sekarang ini agar para pengguna kartu kredit bisa lebih mengantisipasi dalam kasus ini. Modus kejahatan ini adalah Pencurian, karena pelaku memakai kartu kredit orang lain untuk mencari barang yang mereka inginkan disitus lelang barang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka akan dibidik dengan pelanggaran pasal 378 KUHP tentang Penipuan, Pasal 363 tentang pencurian dan Pasal 263 tentang Pemalsuan Identitas. Adapun keterangan lebih lanjut tentang pasal 378 tentang Penipuan : "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat maupun dengan ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan suatu benda kepadanya, atau supaya memberikan hutang atau menghapus piutang, diancam karena penipuan paling lama 4 tahun penjara”. Sedangkan untuk Pasal 363 tentang Pencurian yaitu: " Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud dimiliki dengan melawan hukum, diancam karena pencurian dengan penjara pidana  paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. Untuk Pasal 263 tentang Pemalsuan Identitas yaitu : "Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan hutang, atau boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain, menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka bila mempergunakannya akan dapat mendatangkan sesuatu kerugian, karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun". 

KASUS 5 : 
Perjudian online, pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan perjudian. Seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006 silam. Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke 0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaksi online lewat internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih.

Analisa kasus : menurut kami seharusnya perjudian online harus ditindak lanjuti agar tidak menyebar seluas mungkin dan admin web tidak memberikan izin pada web yang menyediakan situs untuk perjudian. Sedangkan para pengguna seharusnya tidak mengikuti perjudian online tersebut karena dapat merugikan. Modus para pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang dengan cara instan. Adapun sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303 tentang perjudian dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun. Adapun isi pasal 303 tentang perjudian yaitu : Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagai berikut : “Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Disitu termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya”. Ancaman pidana perjudian sebenarnya sudah cukup berat, yaitu dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,00 (Dua Puluh Lima Juta Rupiah). 

KASUS 6 : 
Contoh kasus yang terjadi adalah pencurian dokumen terjadi saat utusan khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dipimpin Menko Perekonomian Hatta Rajasa berkunjung di Korea Selatan. Kunjungan tersebut antara lain, guna melakukan pembicaraan kerja sama jangka pendek dan jangka panjang di bidang pertahanan. Delegasi Indonesia beranggota 50 orang berkunjung ke Seoul untuk membicarakan kerja sama ekonomi, termasuk kemungkinan pembelian jet tempur latih supersonik T-50 Golden Eagle buatan Korsel dan sistem persenjataan lain seperti pesawat latih jet supersonik, tank tempur utama K2 Black Panther dan rudal portabel permukaan ke udara. Ini disebabkan karena Korea dalam persaingan sengit dengan Yak-130, jet latih Rusia. Sedangkan anggota DPR yang membidangi Pertahanan (Komisi I) menyatakan, berdasar informasi dari Kemhan, data yang diduga dicuri merupakan rencana kerja sama pembuatan 50 unit pesawat tempur di PT Dirgantara Indonesia (DI). Pihak PT DI membenarkan sedang ada kerja sama dengan Korsel dalam pembuatan pesawat tempur KFX (Korea Fighter Experiment). Pesawat KFX lebih canggih daripada F16.
Analisa Kasus : Menurut kami dari kasus ini memungkinkan ada oknum terkait yang mencuri atau memberikan data atau dokumen tentang kerja sama antara Indonesia dengan KorSel. Namun sampai saat ini kasus ini masih simpang siur atas kelanjutannya. Sebaiknya orang yang memegang tanggung jawab atas rahasia data ini lebih menjaga atas hal yang tidak diinginkan dan menjadi tenaga ahli yang profesional. Modus dari kejahatan tersebut adalah mencuri data, yaitu kegiatan memperoleh data komputer secara tidak sah, baik digunakan sendiri ataupun untuk diberikan kepada orang lain. Indentity Thef merupakan salah satu jenis kejahatan ini yang sering diikuti dengan kejahatan penipuan. Kejahatan ini juga sering diikuti dengan kejahatan data leakage. Perbuatan melakukan pencurian data sampai saat ini tidak ada diatur secara khusus. Modus Operandi adalah pencurian data untuk mematai-matai hal–hal rahasia yang dilakukan oleh suatu negara. Dan sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 363 tentang pencurian dalam keadaan memberatkan diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Selain itu juga dikenai pasal 406 KUHP tentang kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain dan dikenai pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)”. 

KASUS 7 : 
Kasus video porno Ariel “PeterPan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut di unggah di internet oleh seorang yang berinisial ‘RJ’ dan sekarang kasus ini sedang dalam proses.

Analisa kasus : Menurut kami seharusnya Ariel, Luna dan Cut Tari  tidak melakukan hal-hal yang tidak melanggar norma dan etika di agama, bangsa dan Negara. Kesalahan mereka pun bertambah karena apa yang mereka lakukan di dokumentasikan. Untuk seharusnya tidak mencampuri urusan pribadi dengan melakukan penyebaran video lewat internet, karena bukan hanya orang-orang dewasa yang dapat melihat tapi anak kecil pun bisa melihatnya. Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Penyelesaian kasus ini pun dengan jalur hukum, pengunggah dan orang yang terkait dalam video tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagai berikut, Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang Pornografi  dan Pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau dengan denda minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1 KUHP. 

KASUS 8 : 
 Pada tahun 1994 seorang anak sekolah musik yang berusia 16 tahun. Yang bernama Richard Prycw atau lebih dikenal dengan hacker alias Datastream Cowboy  ditahan lantaran masuk secara ilegal kedalam ratusan sistem komputer rahasia termasuk pusat data dari graffits Air Force, nasa dan korean atomic research institute atau badan penelitian atom korea. Dalam introgasinya dengan FBI, ia mengaku belajar hacking dan cracking dari seseorang yang dikenalnya lewat internet dan menjadikan seorang mentor yang memiliki julukan “kuji”. Hebatnya , hingga saat ini sang mentor pun tidak pernah diketahui keadaanya. Hingga akhirnya pada febuari 1995 giliran kevin mitnick diganjar hukum penjara untuk yang kedua kalinya. Dia di tuntut dengan tuduhan telah mencuri sekitar 20.000 nomor kartu kredit. Bahkan ketika ia bebas ia menceritakan kondisinya ketika di penjara yang tidak boleh menyentuh komputer atau telepon

Analisa kasus : Menurut Kami seharusnya Richard Prycw belajar sesuai dengan umurnya, tidak untuk sebagai hacking atau cracking yang menjadi penjahat dunia maya, dia masih bisa mencari atau belajar yang bermanfaat lainnya. Sebaiknya para pengguna internet atau yang memiliki kemampuan tentang IT dapat menggunakan kemampuannya untuk hal yang berguna. Dan sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)”.

KASUS 9 : 
Dani Xnuxer versus KPU 
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana seorang Dani Firmansyah menghebohkan dunia hukum kita dengan aksi defacing-nya. Defacing alias pengubahan tampilan situs memang tergolong dalam cybercrime dengan menggunakan TI sebagai target. Sesungguhnya aksi ini tidak terlalu fatal karena tidak merusak data penting yang ada di lapisan dalam situs tersebut. Aksi ini biasa dilakukan sekadar sebagai peringatan dari satu hacker ke pihak tertentu. Pada cyberwar yang lebih besar ruang lingkupnya, defacing melibatkan lebih dari satu situs. Defacing yang dilakukan Dani alias Xnuxer diakuinya sebagai aksi peringatan atau warning saja. Jauh-jauh hari sebelum bertindak, Dani sudah mengirim pesan ke admin situs http://tnp.kpu.go.id bahwa terdapat celah di situs itu. Namun pesannya tak dihiraukan. Akibatnya pada Sabtu, 17 April 2004, tepatnya pukul 11.42, lelaki berkacamata itu menjalankan aksinya. Dalam waktu 10 menit, Dani mengubah nama partai-partai peserta Pemilu dengan nama yang lucu seperti Partai Jambu, Partai Kolor Ijo dan sebagainya. Tidak ada data yang dirusak atau dicuri. Ini aksi defacing murni. Konsultan TI PT. Danareksa ini menggunakan teknik yang memanfaatkan sebuah security hole pada MySQL yang belum di patch oleh admin KPU. Security hole itu di-exploit dengan teknik SQL injection. Pada dasarnya teknik tersebut adalah dengan cara mengetikkan string atau command tertentu pada address bar di browser yang biasa kita gunakan. Seperti yang diutarakan di atas, defacing dilakukan Dani sekadar sebagai unjuk gigi bahwa memang situs KPU sangat rentan untuk disusupi. Ini sangat bertentangan dengan pernyataan Ketua Kelompok Kerja Teknologi Informasi KPU Chusnul Mar’iyah di sebuah tayangan televisi yang mengatakan bahwa sistem TI Pemilu yang bernilai Rp. 152 miliar, sangat aman 99,9% serta memiliki keamanan 7 lapis sehingga tidak bisa tertembus hacker.

Dani sempat melakukan spoofing alias penghilangan jejak dengan memakai proxy server Thailand, tetapi tetap saja pihak kepolisian dengan bantuan ahli-ahli TI mampu menelusuri jejaknya. Aparat menjeratnya dengan Undang-Undang (UU) No. 36 / 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya pasal 22 butir a, b, c, pasal 38 dan pasal 50. Dani dikenai ancaman hukuman yang berat, yaitu penjara selama-lamanya enam tahun dan atau denda sebesar paling banyak Rp. 600 juta rupiah.

Berikut kutipan UU No. 36/1999 :

Pasal 22

Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah / memanipulasi :
a.       akses ke jaringan telekomunikasi ; dan atau
b.      akses ke jasa telekomunikasi ; dan atau
c.       akses ke jaringan telekomunikasi khusus.

Pasal 50

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Akhirnya Dani Firmansyah dituntut hukuman satu tahun penjara dan denda Rp. 10 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum Ramos Hutapea dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 9 November 2004.

KASUS 10 : 
Wenas versus Publik Singapura 
Yang tidak kalah unik adalah kasus terciduknya hacker asal Indonesia di Singapura. Kasus ini sudah lama berselang memang, tepatnya tahun 2000, tetapi patut dicatat dalam sejarah karena ini pertama kali hacker asal Indonesia diadili di negeri asing. Saat ini Wenas yang menggunakan nama maya hC didakwa melakukan aktivitas ilegal terhadap server dua buah perusahaan Singapura, baik yang dilakukannya sewaktu masih di Australia maupun setelah mendarat di Singapura. Yang meringankan hukuman adalah fakta bahwa usia terdakwa masih di bawah umur, yakni 15 tahun.  Mimi Oh (pengacara Wenas) menyampaikan pembelaannya dengan harapan dapat mendapatkan keringanan dari hakim. “Dia (terdakwa) tidak bermaksud melakukan kriminalitas. Dia tidak tahu bahwa tindakannya adalah ilegal dan melanggar hukum,” ujar Mimi Oh di depan pengadilan. Tampaknya hakim Mark Tay tidak percaya dengan pembelaan tersebut. “Masak dia tidak tau. Benarkah dia tidak mengerti bahwa aktivitas hacking itu illegal ?” tukas hakim Mark Tay. Pertanyaan tersebut disampaikan lebih dari satu kali, dan Mimi Oh selalu mencoba meyakinkan pengadilan bahwa terdakwa memang tidak mengerti bahwa tindakannya ilegal.

Sampai persidangan usai, belum dapat diambil keputusan mengenai kasus tersebut. Baik hakim, penuntut umum maupun pengacara terdakwa sama-sama membutuhkan waktu tambahan untuk mempelajari kasus unik tersebut. Mengapa unik ? Karena ternyata Pengadilan Rendah Singapura baru kali ini menghadapi kasus cybercrime yang melibatkan warga negara asing. Akhirnya pada sidang final ditetapkan bahwa terdakwa dikenai hukuman denda senilai Rp. 150 juta. Tidak dijelaskan secara rinci ikhwal pasal-pasal yang dilanggar

KASUS 11 : 
John Zuccarini versus Publik Amerika Serikat 
Katakanlah yang dilakukan Mitnick masih belum terlalu parah imbasnya bagi publik. Lalu bagaimana dengan aksi seorang John Zuccarini yang terkenal sebagai pelaku cybercrime pornografi ? Zuccarini tercatat sebagai pelaku tindak pornografi di dunia maya yang pertama kali dimejahijaukan. Lelaki usia 53 tahun tersebut memiliki sebuah situs porno. Ia dengan sengaja memikat anak-anak di bawah umur untuk mengakses situs tersebut. Situs milik Zuccarini cukup banyak. Situs-situs yang diberi nama Joescartoon.com, joecartoon.com, joecartoons.com serta cartoonjoe.com dan beragam variasi domain yang mirip itu didaftarkan pada November 1999.

Cara John Zuccarini menarik perhatian dari remaja dan anak-anak agar bisa masuk ke situs pornonya adalah dengan menggunakan nama-nama domain yang populer di kalangan remaja dan anak-anak, seperti Bob the Builder, Britney Spears, Nsync, Disneyland, dan Teletubbies. Kurang lebih ada 3000 domain yang dipalsukannya atau dibuat mirip. Contohnya, ia mendaftarkan nama domain www.dinseyland.com, jadi bila seorang anak mengakses situs-situs palsu tersebut, mereka akan menuju situs yang menayangkan gambar-gambar porno, dan iklan-iklan pop up porno pun segera bermunculan. Zuccarini berdagang The Country Walk, JZDesign, RaveClub Berlin, dan lebih dari 22 nama yang menggunakan kata “Cupcake”, termasuk Cupcake Party, Cupcake-Party, Cupcake Parties, Cupcake Patrol, Cupcake Incident, dan Cupcake Messenger. Tentu saja banyak anak di bawah umur yang terjebak oleh ulah Paman John ini. Akhirnya ia ditangkap pihak berwajib Amerika Serikat pada hari Rabu tanggal 3 September 2002 di sebuah hotel di Florida, dan sudah berada di penjara kepolisian Manhattan.

Berdasarkan undang-undang Truth in Domain Names Act, tindakan Zuccarini digolongkan sebagai kejahatan karena memikat anak-anak ke dalam pornografi internet. Zuccarini bisa dijatuhi hukuman penjara hingga empat tahun dan denda sebesar 250.000 dolar AS. 

KASUS 12 : 
 Chavet Versus Publik Amerika Serikat 
Sesungguhnya Cybercrime Law milik Paman Sam sudah menjerat cukup banyak hacker hitam di negara tersebut. Tahun 2005 lalu saja tercatat ada puluhan pelaku cybercrime yang diringkus. Salah satunya adalah mantan karyawan perusahaan search engine Alta Vista. Peristiwanya sudah cukup lama berselang, Juni 2002. Namun aksi yang dilakukan oleh Laurent Chavet ini baru diputuskan oleh Pengadilan Negeri California pada 2005. Chavet didakwa bersalah karena menyusup ke dalam sistem jaringan komputer Alta Vista dan menimbulkan kerusakan di dalamnya. Lelaki berusia 30 tahun asal Kirkland ini telah menggunakan password dan username karyawan Alta Vista untuk mengakses jaringan komputer tempat ia pernah bekerja itu dari rumahnya di Mateo, California. Sejumlah data penting Alta Vista telah dihapus dan dirusak oleh Chavet tanpa sepengetahuan karyawan lain.

Chavet resmi didakwa bersalah pada 2 Juli 2004. Ia dikenai pasal yang mengatur ikhwal pelarangan mengakses tanpa izin ke sistem komputer yang dilindungi, yakni pasal 18 U.S.C. ayat 1030(a)(4). Jerat lain adalah pada pasal yang sama ayat 1030(a)(5) tentang mengakibatkan kerusakan pada sistem komputer yang dilindungi. Putusan hukuman dilakukan pada 19 Agustus 2005 oleh Hakim Susan Illston dari San Fransisco. Chavet dikenai hukuman penjara lima tahun dan denda sebesar 250.000 dolar Amerika. Tertangkapnya Chavet adalah hasil investigasi bersama antara pihak Computer Hacking and Intellectual Property (CHIP) Unit of the United States Attorney’s Office dan Federal Bureau of Investigation (FBI). 

KASUS 13 : 
Seorang remaja berusia 19 tahun di Inggris menjalani tahanan rumah karena diduga sebagai salah seorang peretas (hacker) yang berhasil membobol situs CIA. Peretasan ini dilakukannya dari kamar tidur di rumahnya di kota Essex. Dilansir dari laman Daily Mail, Rabu, 22 Juni 2011, Ryan Clearly, 19 tahun, ditangkap oleh gabungan antara kepolisian Scotland Yard dan FBI. Ryan berhasil diidentifikasi setelah kepolisian Inggris melacak keberadaan server kelompok hacker Lulzsec. Kelompok ini dilaporkan telah meretas situs CIA, senat AS, kantor berita FOX dan PBS, dan Senin kemarin kelompok ini mengacaukan sistem pada situs Badan Pemberantasan Kejahatan Serius dan Terkordinir Inggris (Soca). Selain situs-situs pemerintahan, Lulzsec juga telah membobol jutaan akun pemilik konsol game Sony Playstation dan Nintendo. Ryan dikenal sebagai remaja pendiam yang lebih suka menjalani hidupnya di dalam kamar dan di depan komputer. Ibu Ryan, Rita, mengatakan bahwa Ryan mengalami Agoraphobia atau rasa takut pada keramaian. Inilah yang menyebabkan Ryan selama empat tahun tidak keluar rumah.

Kepolisian Inggris yakin Ryan adalah tokoh utama dalam kelompok Lulzsec. Ryan kemungkinan akan diekstradisi ke AS untuk menjalani pengadilan. Jika terbukti bersalah dia terancam hukuman penjara selama 60 tahun.

KASUS 14 : 
Seorang warga negara Indonesia diduga terlibat kasus penipuan terhadap seorang warga negara Amerika Serikat melalui penjualan online. Kasus ini terungkap setelah Markas Besar Kepolisian mendapat laporan dari Biro Penyelidik Amerika Serikat. "FBI menginformasikan tentang adanya penipuan terhadap seorang warga negara Amerika yang berinisial JJ, yang diduga dilakukan oleh seorang yang berasal dari Indonesia," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Kamis 11 Oktober 2012. Boy mengatakan seorang warga Indonesia itu menggunakan nama HB untuk membeli sebuah alat elektronik melalui pembelian online. "Jadi ini transaksi melalui online, tetapi lintas negara. Jadi transaksinya dengan pedagang yang ada di luar negeri, khususnya Amerika," kata Boy. Dalam kasus ini, kata Boy, Mabes Polri telah menetapkan satu tersangka berinisial MWR.

Dari hasil penyelidikan, MWR menggunakan identitas palsu yaitu menggunakan KTP dan NPWP orang lain. Sementara barang bukti yang disita adalah laptop, PC, lima handphone, KTP, NPWP, beberapa kartu kredit, paspor, alat scanner, dan rekening salah satu bank atas nama MWRSD.

Atas perbuatannya, tersangka dikenai Pasal 378 atau Pasal 45 ayat 2 junto Pasal 28 Undang-Undang nomor 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik, yang berbunyi ;
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Selain itu, polri juga menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang. Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan beberapa pasal tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010.

KASUS 15 : 
Kevin Mitnick adalah pemuda kelahiran Amerika, agustus 1963, pemuda ini biasa dikenal sebagai hacker legendaris. Keluarga kevin bukanlah orang berada, sehingga mengenal komputer dan memperoleh kemampuannya di toko radioshack dan perpustakaan umum tempat dia biasa menghabiskan waktu. Tapi cerita awal seorang kevin mitnick bukanlah cerita baik-baik, pada umur 17 tahun Kevin sudah mulai merasakan dinginnya teralis besi akibat melakukan hacking pada komputer COSMOS (Computer System Mainstrem Operation) milik perusahaan telepon Pasific Bell di Los Angeles, yang merupakan sentral database telepon Amerika. Dipenjara tidak membuat The Condor ini [ID yang digunakan kevin mitnick] jera. Kemudian pada tahun 1983 dia dituduh membobol sistem keamanan PENTAGON menggunakan ARPANet melalui terminal kampus USC, dan lagi-lagi condor harus merasakan dinginnya dinding penjara. Setelah bebas, kevin mencari kehidupan lain dan menghilang dari dunia hacker. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama, karena pada tahun 1987 dia lagi-lagi harus berurusan dengan pihak berwajib. Dia dituduh menyusup perusahaan Santa Cruz Organization, perusahaan software yang bergerak di sistem operasi unix. Pada kasus ini The condor mendapat dakwaan melakukan tindakan yang kurang baik dan kembali masuk bui selama 3 tahun. Setelah bebas, kebiasaan mitnick kembali terulang dan berurusan dengan pihak berwajib akibat melakukan pembobolan dan pembajakan software milik Digital Equipment Corporation yaitu Sistem Operasi VMS. Pada kasus ini mitnick tidak melakukannya sendiri, ia “duet” dengan temannya Lenny Cicicco dan diganjar hukuman penjara selama 1 tahun serta mendapat sebutan dari pengacaranya ‘kecanduan pada komputer yang tidak bisa dihentikan’.

Setelah bebas, mitnick kembali mencoba mejalani hidup normal dan bekerja disalah satu perusahaan mailing list di Las Vegas. Tapi saat bekerja di perusahaan tersebut, oleh FBI mitnick dicurigai mengacak-acak sistem komputer Tel Tec Detective, yang merupakan perusahaan tempat mitnick bekerja. Dan akhirnya membuat The Condor kembali menjadi The Most Wanted Hacker atau buronan nomor 1 FBI.

Mitnick harus menjalani kehidupan nomaden, berpindah dari satu kota ke kota lain, dan selama menjadi buronan tersebut mitnick membobol beberapa perusahaan seperti Fujitsu, Motorola, Nokia, dan Sun Microsystems. Pada Februari tahun 1995 langkah mitnick terhenti oleh FBI, semua itu akibat usaha FBI dan bantuan seorang hacker yang juga merupakan korban The Condor, yaitu Tsutomu Shimomura.

Mitnick tertangkap akibat keteledorannya memakai Layanan penyimpanan dari rekening seseorang yang dibobolnya dan layanan tersebut menginformasikan kepada pemilik rekening bahwa rekeningnya sudah over quota. Sebelum ditangkap, mitnick sedang melacak balik orang yang sedang mengejarnya, tapi pada saat yang bersamaan FBI menjadi “tamu” tak diundang di rumah pelarian mitnick.

Selain menjadi FBI Most Wanted, mitnick juga diberi gelar oleh The Discovery gelar “Hall of Fame of Hacker“, karena selain menjadi Software Hacker dia juga dikenal sebagai Hardware Hacker. Dan juga mitnick memiliki kemampuan Social Engineering yang bagus, sehingga dia berhasil mengibuli korban-korbannya. Selama 4 tahun mitnick di penjara, tanpa kepastian hukum, tanpa pengajuan ke pengadilan, namun tiba-tiba saja pada tahun 2000 mitnick bebas secara bersyarat, dengan catatan dilarang memegang komputer. Setelah 2 tahun pembebasan mitnick, barulah ia diperbolehkan menggunakan komputer namun tanpa jaringan internet. Dan setahun sesudahnya setelah itu yaitu pada tahun 2003 barulah diperbolehkan menggunakan akses internet untuk pertama kalinya sejak dia dipenjara. Saat ini mitnick sudah menjalani kehidupan normal, ia menerbitkan buku tentang keamanan dan buku tersebut sontak laris dipasaran. Ia juga mendirikan perusahaan konsultan security di situs kevinmitnick.com. 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Blogger templates

- Copyright © Cyber crime dan Cyber law -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -