- Back to Home »
- CYBERLAW
Posted by : Unknown
Selasa, 02 April 2013
A. Pengertian Cyberlaw
Cyberlaw
adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya
diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau
subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai
pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyberlaw sendiri merupakan
istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan peranannya
dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak
tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah
perangkat aturan main didalamnya (virtual world).
B.
Ruang
Lingkup Cyberlaw
·
Hak cipta, hak merek, pencemaran
nama baik (defamation), hate speech (fitnah, penistaan dan penginaan),
·
Serangan terhadaap fasilitas
komputer (hacking, viruses, ilegal acccess), pengaturan sumber daya internet
9IP addrees, domain name),
·
kenyaman individu (privacy),
tindakan kriminal yang biasa menggunakan TI sebagai alat,
·
isu prosedural (yurisdiksi,
pembuktian, penyidikan), transaksi elektronik dan digital, pornografi,
·
perlindungan konsumen,
pemanfaatan internet dalam aktifitas keseharian (e-commerce, e-government,
e-education, e-medics).
C.
Topik-Topik
Cyberlaw
Secara
garis besar ada lima topik dari Cyberlaw di setiap negara yaitu:
1.
Information security, menyangkut
masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang
mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan
keabsahan tanda tangan elektronik.
2.
On-line transaction, meliputi
penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
3.
Right in electronic information,
soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
4.
Regulation information content,
sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
5.
Regulation on-line contact, tata
krama dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan,
retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
D.
Komponen-Komponen
Cyberlaw
Adapun
komponen-komponen dari Cyberlaw sebagai berikut:
v Pertama,
tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa dan
menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya
itu.
v Kedua,
tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan
berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan,
aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia
jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia
jasa pendidikan melalui jaringan internet.
v Ketiga,
tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang patent, merek dagang rahasia yang diterapkan
serta berlaku di dalam dunia cyber.
v Keempat,
tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di
masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau
memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang
mereka lakukan.
v Kelima,
tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet.
v Keenam,
tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet
sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip
keuangan atau akuntansi.
v Ketujuh,
tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian
dari perdagangan atau bisnis usaha.
Sumber
: http://tugaska6.blogspot.com/#!/
E.
Perkembangan
Cyberlaw di Indonesia
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di
Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada
“payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik.
Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan
oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik,
diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju
ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada
beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw”
Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang
terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan
komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan
internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI,
penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan
karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga
ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini
pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan
akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya
materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Ada beberapa sebab mengapa penanganan
kasus cybercrime di Indonesia tidak memuaskan :
1.
Ketersediaan dana atau anggaran
untuk pelatihan SDM sangat minim sehingga institusi penegak hukum kesulitan
untuk mengirimkan mereka mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri.
2.
Ketiadaan Laboratorium Forensik
Komputer di Indonesia menyebabkan waktu dan biaya besar. Pada kasus Dani Firmansyah
yang menghack situs KPU, Polri harus membawa harddisk ke Australia untuk
meneliti jenis kerusakan yang ditimbulkan oleh hacking tersebut.
3.
Citra lembaga peradilan yang
belum membaik, meski berbagai upaya telah dilakukan. Buruknya citra ini
menyebabkan orang atau korban enggan untuk melaporkan kasusnya ke kepolisian.
4.
Kesadaran hukum untuk melaporkan
kasus ke kepolisian rendah. Hal ini
dipicu oleh citra lembaga peradilan itu sendiri yang kurang baik, faktor lain
adalah korban tidak ingin kelemahan dalam system komputernya diketahui oleh
umum, yang berarti akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan web masternya.
5.
Upaya penanganan cybercrime membutuhkan
keseriusan semua pihak mengingat teknologi informasi khususnya internet telah
dijadikan sebagai sarana untuk membangun masyarakat yang berbudaya
informasi. Keberadaan undang-undang yang
mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang
jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam
bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang tersebut
tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut.
Sumber : http://cybercrime00.blogspot.com/
F.
UU
Cyberlaw dan Cybercrime
a.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Dalam upaya menangani kasus-kasus yang
terjadi para penyidik melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaaan
terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP biasanya
digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus
pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada cybercrime antara lain :
1.
Pasal 362 KUHP yang dikenakan
untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain
walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil
dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan
transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan,
kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena
pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
2.
Pasal 378 KUHP dapat dikenakan
untuk penipuan dengan seolah-olah menawarkan dan menjual suatu produk atau
barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik
untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada
kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang
dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut
menjadi tertipu.
3.
Pasal 335 KUHP dapat dikenakan
untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang
dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak
yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui
rahasia korban.
4.
Pasal 311 KUHP dapat dikenakan
untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet. Modusnya
adalah pelaku menyebarkan email kepada teman-teman korban tentang suatu cerita
yang tidak benar atau mengirimkan email ke suatu mailing list sehingga banyak
orang mengetahui cerita tersebut.
5.
Pasal 303 KUHP dapat dikenakan
untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan
penyelenggara dari Indonesia.
6.
Pasal 282 KUHP dapat dikenakan
untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak beredar dan mudah
diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit sekali untuk
menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran domain tersebut diluar
negeri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan merupakan hal yang
ilegal.
7.
Pasal 282 dan 311 KUHP dapat
dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar
di Internet, misalnya kasus-kasus video porno para mahasiswa.
8.
Pasal 378 dan 262 KUHP dapat
dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah
ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya yang nomor kartu
kreditnya merupakan curian.
9.
Pasal 406 KUHP dapat dikenakan
pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti
website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
b.
Undang-Undang No 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta.
c.
Undang-Undang No 36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi.
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang
No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau
penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,
gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala
fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena
dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun
film dengan sistem elektromagnetik. Penyalahgunaan Internet yang mengganggu
ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang-
Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang
lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan
perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi :
1)
Akses ke jaringan telekomunikasi.
2)
Akses ke jasa telekomunikasi.
3)
Akses ke jaringan telekomunikasi
khusus.
d.
Undang-Undang No 8 Tahun 1997
tentang Dokumen Perusahaan.
e.
Undang-Undang No 25 Tahun 2003
tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
f.
Undang-Undang No 15 Tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
g.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Internet dan Transaksi Elektronik.
Undang-undang ini, yang telah disahkan
dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini
belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun
diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat
pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung
hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah
kepastian hukum.